“Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi”.
Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.
Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.
Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.
Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih Portugal, Fernando Santos ingin buktikan bahwa Portugal tetap garang meski Ronaldo dicadangkan.
.
Pemain itu nampak tersenyum di bawah mistar. Satu persatu tendangan penalti ia gagalkan. Ia, Yassine Bounou, kiper Maroko yang tampil mengesankan saat melawan Spanyol pada laga babak 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 malam tadi.
Bersama Hakimi dan Ziyeckh, Bounou sukses membuat kejutan dengan menumbangkan salah satu tim unggulan dengan skor meyakinan 3-0. Education City Stadium menjadi saksi ketangguhan sang Singa Atlas.
“Kami telah sepakat untuk tidak merebut bola, bukan karena takut, tapi kami cukup rendah hati untuk mengatakan bahwa kami belum menjadi Prancis, Jerman, atau Inggris, untuk bersaing dengan mereka dalam hal penguasaan bola.” Kata Walid Regragui setelah pertandingan, sebagaimana dikutip dari Firstpost.
Regragui mengatakan bahwa Maroko telah bekerja selama empat hari demi sebuah rencana untuk mengurangi dampak trio lini tengah Spanyol. Ia menginstruksikan agar anak asuhnya berusaha menutup semua aliran bola, lalu bermain cepat ketika mendapatkan peluang.
Strategi Regragui sukses. Lini tengah spanyol yang dimotori Busquest dan Gavi tidak berkutik. Keduanya tidak leluasa mengontrol permainan sebagaimana pada pertadingan-pertandingan sebelumnya. Maroko berhasil memaksa Spanyol bermain selama 120 menit dan mengalahkan mereka melalui adu penalti.
Publik lalu bertanya-tanya apa yang membuat timnas Maroko tampil cemerlang di pegelaran piala dunia kali ini. Mereka belum pernah terkalahkan dan sukses tampil konsisten pada setiap laga.
Jawabannya adalah support system dari para orang tua pemain.
Beberapa waktu lalu, publik jagat maya sempat dibuat heboh saat potret bek sayap Timnas Maroko, Achraf Hakimi berseliweran di media sosial. Hakimi terlihat tengah mencium ibunya setelah kemenangan 2-0 pada laga kontra Belgia.
Pesepakbola yang bermain untuk PSG itu memposting foto Instagram saat mencium kening ibunya dengan tulisan, “I love you, Mom” yang sontak menggugah banyak pihak. Hakimi menonjolkan peran penting orang tua dalam perjalanan kariernya.
Maroko terbang ke Qatar dengan skuad terbaiknya. Banyak pengamat sepakbola yang menyebutkan bahwa saat ini Maroko punya generasi emas yang banyak bermain di liga Eropa. Mereka lalu menjelma menjadi kuda hitam pada pagelaran empat tahunan tersebut.
Tapi tak banyak yang tahu bahwa kunci sukses Maroko tak hanya pada pemain. Pelatih Walid Reragui dan Presiden Federasi Sepak Bola Kerajaan Maroko, Fouzi Lekjaa, telah lama menginstruksikan agar anggota keluarga para pemain diberangkatkan secara khusus ke Qatar.
Para orang tua pemain mendapat pelayanan khusus, diberi fasilitas hotel, hingga ditempatkan pada area khusus di tribune saat laga berlangsung. Hotel Wyndham Doha West Bay yang merupakan markas timnas Maroko menjelma menjadi perkemahan yang dihuni orang tua para pemain.
Kehadiran para anggota keluarga ini menjadi energi bagi para pemain di lapangan. Di luar ekspektasi banyak pihak, Maroko tampil beringas dengan menjadi juara grup. Maroko bahkan melibas club sekaliber Belgia dua gol tanpa balas.
Kehadiran anggota keluarga dan orang tua para pemain telah menggemakan spirit dan membentuk mental timnas Maroko hingga ke puncak. Mereka tampil tenang dalam setiap laga sebab serasa bermain di rumah sendiri. Mereka ingin menyajikan penampilan terbaik.
Jauh sebelum itu, ide mendatangkan orang tua pemain ke stadion juga pernah dilakukan oleh pelatih timnas Indonesia U-16, Bima Sakti saat laga final Piala AFF kemarin. Pada pertandingan itu, garuda muda keluar sebagai juara setelah sukses mengalahkan Vietnam dengan skor tipis 1-0.
Di perempat final nanti, Maroko akan kembali berhadapan dengan tim kuat Portugal yang sukses menghentikan laju Swiss dengan skor telak 6-1. Di atas kertas, Portugal memang lebih diunggulkan. Tapi selama peluit panjang belum dibunyikan, apapun bisa terjadi di lapangan.
Akankah Maroko berhasil mencetak sejarah? Menarik ditunggu. (Imron)