Single News

Mewujudkan Pilkada Sumbawa 2024 yang Demokratis

Oleh: Isnaini Aulia Rahman (Anggota IKPMS-Y Bidang Kajian Keilmuan)

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi dalam sistem pemilihan umum.

Salah satu ciri negara yang demokrasi adalah keterlibatan rakyat dalam pemilihan umum untuk menentukan pemimpin dan wakil pemimpinnya.

Berdasarkan asas pemilu yang tercantum dalam Pasal 22 E Ayat (1) yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil.

Namun tidak sedikit masyarakat baik dikalangan pemuda maupun orang tua yang terpengaruh dengan penyelewengan dalam berlangsungnya pemilu yaitu money politik (politik uang) karena sangat di sayangkan jika masyrakat dalam penyampaikan aspirasinya tanpa melihat etikabilitas, intelektualitas dan elektabilitas dari para calon pemegang kekuasaan.

Oleh karena itu berlangsungnya pemilu yang akan mendatang harus sesuai dengan asas yang yang tercantum tersebut yaitu luberjurdil karena suara rakyat yang menentukan roda pemerintahan untuk lima tahun ke depan.

Bertepatan dengan Pilkada Sumbawa yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024, partisipasi pemilih merupakan hal yang terpenting dalam mewujudkan pilkada yang demokratis.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Tahun 2024 menetapkan jumlah Data Pemilih Tetap (DPT) pada Pilkada tahun 2024 berjumlah 374.351 pemilih yang terdiri dari 183.391 laki-laki dan 190.960 perempuan yang tersebar di 929 TPS, 165 Desa/kelurahan dan 24 Kecamatan.

Praktik politik uang merupakan salah satu problematika yang terjadi ketika maraknya pesta demokrasi dan hal ini sangat masif terjadi di setiap pemilu, mulai dari masa kampanye bahkan sampai masa tenang praktik ini terus berjalan ketika adanya momentum-momentum yang tepat bagi para aktor utama dalam menjalankan praktik ini.

Menurut Eward Aspinall dan Mada Sukmajati politik uang diartikan sebagai pembelian suara. Dengan adanya politik uang ini dapat menghasilkan pilkada yang tidak demokratis, hal ini tentunya sangat bertentangan dengan asas-asas pemilu.

Pengawasan yang partisipatif adalah strategi untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan pilkada secara aktif dengan tujuan meminimalisir petensi pelanggaran asas-asas dalam pemilu. Selain pengawasan secara partisipatif pentingnya juga memberikakan edukasi politik terhadap masyarakat, karena banyaknya isu-isu yang ada dalam dunia politik terlebih lagi banyak masyarakat yang memanfaatkan momen pemilu atau pilkada ini untuk kepentingan baik itu kepentingan negara maupun kepentingan pribadi.

Karena beberapa problematika ini maka edukasi terhadap pemahaman politik sangatlah penting bagi para pemilih baik itu pemilih pemula, pemuda, maupun orang tua yang diselenggarakan oleh pihak terkait yaitu KPU maupun BAWASLU dengan melakukan sosialisi pemilu di tiap-tiap desa agar timbulnya kepekaan masyarakat terhadap politik.

Edukasi politik yang diberikan kepada masyarakat dapat menambah pemahaman untuk memenentukan calon pemimpinnya dengan bijaksana yaitu dengan cara memeperhatikan mulai dari etikabilitas dari calon pemimpin dan wakil pemimpin kemudian intelektualitas dan yang terakhir elektabilitas. Dengan adanya pengawasan partisipatif dan edukasi politik terhadap masyarakat maka akan terwujudnya Pilkada yang adil, jujur dan berintegritas.

Share Now