Sumbawa Besar–Atas Permintaan Keluarga Tersangka, LBH Keadilan Sarea Praperdilankan Kapolres Sumbawa. Keluarga Tersangka secara resmi telah memberikan Kuasa Khusus kepada Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Samawa Rea (LBH Keadilan Sarea) untuk mengajukan gugatan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Sumbawa Besar.
Randa Jamra Negara selaku pihak keluarga MJ alias Jen Ak Syarafiah mengungkapkan, atas nama pihak keluarga, pada tanggal 04 Maret 2025 telah resmi memberikan kuasa kepada LBH Keadilan Sarea berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 28.10.1970/PDN/PRPID/MARJANA/III/2025.
Surat tersebut secara langsung ditandatangani oleh Tersangka atas kejanggalan penanganan kasus dugaan pencabulan anak yang penanganannya ditangani oleh Unit PPA Satreskrim Polres Sumbawa.
Randa menegaskan pihaknya mengambil langkah hukum ini tentu berdasarkan berbagai pertimbangan, hal yang melatarbelakangi menempuh praperadilan ini karena terdapat beberapa kejanggalan yang dilakukan oleh Penyidik dalam proses melakukan Penyidikan hingga dengan adanya penetapan tersangka.
Randa mengutarakan bahwa dari proses tersebut, seperti salah satunya tidak pernah ada pemberitahuan Penyidik menetapkan MJ sebagai tersangka, sebab Surat Tentang Ketetapan Penetapan Tersangka tidak pernah sama sekali diberikan oleh Penyidik baik kepada diri Tersangka maupun kepada pihak keluarganya.
“Dengan demikian mengingat dan memperhatikan bunyi Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, pihak keluarga diberikan hak untuk mengajukan praperadilan,” tegas Randa”.
Adapun bunyi Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 huruf a KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, yaitu berbunyi :
“Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka”.
Atas adanya gugatan praperadilan tersebut, Polda NTB memantau langsung sidang Praperadilan kasus dugaan pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Kepolisian Resor Sumbawa dengan pemohon berinisial MJ alias Jen Ak Syarafiah yang berstatus tersangka dalam kasus tersebut.
Sidang Praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sumbawa ini terdaftar dengan Perkara Nomor: 1/Pid.Pra/2025/PN Sbw, Klasifikasi perkara tersebut berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Pada hari Jumat, 11 April 2025 berjalan agenda sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Fransiskus Xaverius Lae berkaitan dengan pengajuan bukti surat. Namun, kedua belah pihak, baik pemohon dan termohon dalam hal ini Unit PPA Satreskrim Polres Sumbawa, meminta agar sidang dilanjutkan pada hari Senin 14 Maret 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sementara itu, Direktur LBH Keadilan Samawa Rea Febriyan Anindita, kuasa hukum pemohon membenarkan telah menerima Surat Kuasa Khusus dari pihak keluarga tersangka.
Febriyan menjelaskan bahwa dasar kliennya mengajukan Praperadilan ini melihat adanya beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan prosedur penanganan di kepolisian, mulai dari tindak lanjut laporan aduan sampai penetapan MJ sebagai tersangka.
“Hal pertama yang kami soroti terkait Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda tapi tanggalnya sama, yaitu Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025. Selain Sprindik ganda yang terbit dengan penomoran berbeda disusul lagi dengan penerbitan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda dan tanggal yang berbeda,” kata Febriyan.
SPDP pertama, kata dia terbit pada tanggal 31 Januari 2025, yaitu SPDP Nomor : B/239/SPDP/19/I/RES.1.4/2025/Res Sbw. Dalam SPDP pertama tercatatan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025.
Sedangkan untuk SPDP kedua terbit pada tanggal 04 Maret 2025, yaitu SPDP Nomor : B/581/SPDP/40/III/RES.1.4/2025/Res Sbw. Dalam SPDP kedua tercatat pula Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025.
Jadi memperhatikan dan mencermati fakta tersebut, terlihat jelas bahwa SPDP terhadap Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025 tak pernah diberikan sampai saat ini baik kepada Tersangka, keluarganya, maupun kepada pihaknya selaku Penasihat Hukumnya, padahal SPDP itu bersifat wajib untuk diberikan terhitung paling lambat 7 hari semenjak Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, ini adalah fakta yang kami ungkapkan di persidangan.
Kemudian, kuasa hukum menyoroti hasil visum korban yang terbit dari pihak rumah sakit lebih dahulu muncul dibandingkan dengan penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprin.Lidik).
Selanjutnya, ada Surat Panggilan Pertama Nomor: S.Pgl/198/I/RES.1.4/2025/ Reskrim, tanggal 29 Januari 2025. Dalam bagian “Pertimbangan/Kop” surat tersebut, penyidik meminta MJ memenuhi panggilan dalam kapasitas sebagai saksi pada 3 Februari 2025, tetapi dalam isi surat kliennya disebut sebagai tersangka.
“Bagaimana cerita dalam satu surat panggilan isinya saling bertentangan, padahal diketahui bersama karakteristik dari Hukum Acara Pidana harus tertulis jelas dab tegas, jangankan lecet satu huruf, lecet satu kata pun bukan maka fatal akibat hukumnya,” ujar dia.
Satreskrim Polres Sumbawa menetapkan MJ sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak ini pada 28 Januari 2025 atas tindak lanjut laporan aduan ibu kandung korban berinisial RW pada akhir Desember 2024.
Laporan aduan tersebut merujuk pada dugaan pelanggaran Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Korban dalam kasus ini bukan lain masih ada hubungan keluarga dengan tersangka, karena istri MJ adalah anak dari istri pertama ayah kandung korban. Sedangkan, RW sebagai pelapor dalam kasus ini merupakan istri keempat.
Perbuatan asusila itu diduga terjadi saat korban tinggal bersama MJ dan istrinya yang diketahui hingga kini belum juga memiliki anak kandung.
Polres Belum Memberikan Respon
Terhadap gugatan praperadilan ini, Liputan Sumbawa telah meminta konfirmasi dari Kapolres Sumbawa melalui Kasi Humas Polres Sumbawa, IPDA Eva Oktaviana Sagala. Namun hingga saat ini belum ada jawaban resmi. (LP)